Piutang
Piutang
merupakan harta perusahaan atau koperasi yang timbul karena terjadinya
transaksi penjualan secara kredit atas barang dan jasa yang dihasilkan
oleh perusahaan. Menurut Rusdi Akbar (2004:199) menyatakan bahwa
pengertian piutang meliputi semua hak atau klaim perusahaan pada
organisasi lain untuk menerima sejumlah kas, barang, atau jasa di masa
yang akan datang sebagai akibat kejadian pada masa yang lalu.
Menurut
Warren Reeve dan Fess (2005:404) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
piutang adalah sebagai berikut : ”Piutang meliputi semua klaim dalam
bentuk uang terhadap pihak lainnya, termasuk individu, perusahaan atau
organisasi lainnya”.
Menurut
Mohammad Muslich (2003:109) mengemukakan yang dimaksud dengan piutang
adalah sebagai berikut : ”Piutang terjadi karena penjualan barang dan
jasa tersebut dilakukan secara kredit yang umumnya dilakukan untuk
memperbesar penjualan”.
Sedangkan
menurut M.Munandar (2006:77) yang dimaksud dengan piutang adalah
sebagai berikut : ”Piutang adalah tagihan perusahaan kepada pihak ain
yang nantinya akan dimintakan pembayarannya bilamana telah sampai jatuh
tempo”.
Dari
beberapa definisi yang telah diungkapkan diatas,dapat disimpulkan bahwa
yang dimaksud dengan piutang adalah semua tuntutan atau tagihan kepada
pihak lain dalam bentuk uang atau barang yang timbul dari adanya
penjualan secara kredit.
2.2.1 Klasifikasi Piutang
Piutang merupakan aktiva lancar yang diharap[kan dapat dikonversi
menjadi kas dalam waktu satu tahun atau dalam satu periode akuntansi.
Piutang pada umumnya timbul dari hasil usaha pokok perusahaan. Namun
selain itu, piutang juga dapat ditimbulkan dari adanya usaha dari luar
kegiatan pokok perusahaan.
Warren
Reeve dan Fess mengklasifikasikan piutang kedalam tiga kategori yaitu
piutang usaha, wesel, tagih, dan piutang lain-lain sebagai berikut :
1. Piutang Usaha
Piutang
usaha timbul dari penjualan secara kredit agar dapat menjual lebih
banyak produk atau jasa kepada pelanggan. Transaksi paling umum yang
menciptakan piutang usaha adalah penjualan barang dan jasa secara
kredit. Piutang tersebut dicatat dengan mendebit akun piutang usaha.
Piutang usaha semacam ini normalnya diperkirakan akan tertagih dalam
periode waktu yang relative pendek, seperti 30 atau 60 hari. Piutang
usaha diklasifikasikan di neraca sebagai aktiva lancar.
2. Wesel Tagih
Wesel
tagih adalah jumlah yang terutang bagi pelanggan di saat perusahaan
telah menerbitkan surat utang formal. Sepanjang wesel tagih diperkirakan
akan tertagih dalam setahun. Maka biasanya diklasifikasikan dalam
neraca sebagai aktiva lancar. Wesel biasanya digunakan untuk periode
kredit lebih dari 60 hari. Wesel bisa digunakan untuk menyelesaikan
piutang usaha pelanggan. Bila wesel tagih dan piutang usaha berasal dari
transaksi penjualan maka hal itu kadang-kadang disebut piutang dagang (trade receivable)
3. Piutang lain-lain
Piutang
lain-lain biasanya disajikan secara terpisah dalam neraca. Jika
p[iutang ini diharapkan akan tertagih dalam satu tahun, maka piutang
tersebut diklasifikasikan sebagai aktiva lancar. Jika penagihannya lebih
dari satu tahun maka piutang ini diklasifikasikan sebagai aktiva tidak
lancar dan dilaporkan dibawah judul investasi. Piutang lain-lain (other receivable) meliputi piutang bunga, piutang pajak, dan piutang dari pejabat atau karyawan perusahaan.
2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Besarnya Piutang
Piutang
merupakan aktiva yang penting dalam perusahaan dan dapat menjadi bagian
yang besar dari likuiditas perusahaan. Besar kecilnya piutang
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut diantaranya
adalah seperti yang dikemukakan oleh Bambang Riyanto (2001:85-87)
sebagai berikut :
a. Volume Penjualan Kredit
Makin
besar proporsi penjualan kredit dari keseluruhan penjualan memperbesar
jumlah investasi dalam piutang. Dengan makin besarnya volume penjualan
kredit setiap tahunnya bahwa perusahaan itu harus menyediakan investasi
yang lebih besar lagi dalam piutang. Makin besarnya jumlah piutang
berarti makin besarnya resiko, tetapi bersamaan dengan iu juga
memperbesar profitability.
b. Syarat Pembayaran Penjualan Kredit
Syarat
pembayaran penjualan kredit dapat bersifat ketat atau lunak. Apabila
perusahaan menetapkan syarat pembayaran yang ketat berarti bahwa
perusahaan lebih mengutamakan keselamatan kredit daripada pertimbangan profitabilitas.
Syarat yang ketat misalnmya dalam bentuk batas waktu pembayaran yang
pendek, pembebanan bunga yang berat pada pembayaran piutang yang
terlambat.
c. Ketentuan Tentang Pembatasan Kredit
Dalam
penjualan kredit perusahaan dapat menetapkan batas maksimal atau
plafond bagi kredit yang diberikan kepada para langganannya. Makin
tinggi plafond yang ditetapkan bagi masing-masing langganan berarti
makin besar pula dana yang diinvestasikan dalam piutang. Sebaliknya,
jika batas maksimal plafond lebih rendah, maka jumlah piutang pun akan
lebih kecil.
d. Kebijaksanaan Dalam Mengumpulkan Piutang
Perusahaan
dapat menjalankan kebijaksanaan dalam pengumpulan piutang secara aktif
atau pasif. Perusahaan yang menjalankan kebijaksanaan secara aktif, maka
perusahaan harus mengeluarkan uang yang lebih besar untuk membiayai
aktivitas pengumpulan piutang, tetapi dengan menggunakan cara ini, maka
piutang yang ada akan lebih cepat tertagih, sehingga akan lebih
memperkecil jumlah piutang perusahaan. Sebaliknya, jika perusahaan
menggunakan kebijaksanaan secara pasif, maka pengumpulan piutang akan
lebih lama, sehingga jumlah piutang perusahaan akan lebih besar.
e. Kebiasaan Membayar Dari Para Langganan
Kebiasaan
para langganan untuk membayar dalam periode cash discount akan
mengakibatkan jumlah piutang lebih kecil, sedangkan langganan membayar
periode setelah cash discount akan mengakibatkan jumlah piutang lebih
besar karena jumlah dana yang tertanam dalam piutang lebih lama untuk
menjadi kas.
2.2.3 Perputaran Piutang
Kelancaran
penerimaan piutang dan pengukuran baik tidaknya investasi dalam piutang
dapat diketahui dari tingkat perputarannya. Perputaran piutang adalah
masa-masa penerimaan piutang dari suatu perusahaan selama periode
tertentu. Piutang yang terdapat dalam perusahaan akan selalu dalam
keadaan berputar. Perputaran piutang akan menunjukkan berapa kali
piutang yang timbul sampai piutang tersebut dapat tertagih kembali ke
dalam kas perusahaan. Definisi perputaran piutang dikemukakan oleh
beberapa ahli berikut ini :
Menurut
S.Munawir (2002:75) memberikan keterangan bahwa posisi piutang dan
taksiran waktu pengumpulannya dapat dinilai dengan menghitung tingkat
perputaran piutang tersebut (turn over receivable), yaitu dengan membagi total penjualan kredit (netto) dengan piutang rata-rata.
Sedangkan menurut Bambang Riyanto (2001:90) menyatakan bahwa tingkat perputaran piutang (receivable turn over) dapat diketahui dengan membagi jumlah credit sales selama periode tertentu dengan jumlah rata-rata piutang (average receivable)
Dari
pengertian yang telah diuraikan diatas, dapat disimpulkan bahwa
perputaran piutang terdiri dari dua variabel yaitu total penjualan
kredit dan rata-rata piutang.
2.2.4 Resiko Kerugian Piutang
Setiap
usaha yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan akan mengandung resiko
yang tidak dapat dihindari. Dalam hal ini resiko hanya bisa
dikendalikan agar berada dalam batas yang wajar. Resiko yang timbul
karena transaksi penjualan secara kredit disebut resiko kerugian
piutang.
Menurut S.Munawir berpendapat bahwa : Semakin besar day’s receivable
suatu perusahaan semakin besar pula resiko kemungkinan tidak
tertagihnya piutang. Dan kalau perusahaan tidak membuat cadangan
terhadap kemungkinan kerugia yang timbul karena tidak tertagihnya
piutang (allowance for bad debt) berarti perusahaan telah memperhitungkan labanya terlalu bear (overstated)
Resiko kerugian piutang terdiri dari beberapa macam yaitu :
a. Resiko tidak dibayarnya seluruh tagihan (Piutang)
Resiko
ini terjadi jika jumlah piutang tidak dapat direalisasikan sama sekali.
Hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor, misalnya karena seleksi
yang kurang baik dalam memilih langganan sehingga perusahaan memberikan
kredit kepada langganan yang tidak potensial dalam membayar tagihan,
juga dapat terjadi adanya stabilitas ekonomi dan kondisi negara yang
tidak menentu sehingga piutang tidak dapat dikembalikan.
b. Resiko tidak dibayarnya sebagian piutang
Hal
ini akan mengurangi pendapatan perusahaan, bahkan bisa menimbulkan
kerugian bila jumlah piutang yang diterima kurang dari harga pokok
barang yang dijual secara kredit.
c. Resiko keterlambatan pelunasan piutang
Hal
ini akan menimbulkan adanya tambahan dana atau untuk biaya penagihan.
Tambahan dana ini akan menimbulkan biaya yang lebih besar apabila harus
dibelanjai oleh pinjaman.
d. Resiko tidak tertanamnya modal dalam piutang
Resiko
ini terjadi karena adanya tingkat perputaran piutang yang rendah
sehingga akan mengakibatkan jumlah modal kerja yang tertanam dalam
piutang semkin besar dan hal ini bisa mengakibatkan adanya modal kerja
yang tidak produktif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar